Rabu, 05 Oktober 2011

Hutan Kuning

Dulu aku sempurna. Berdiri kokoh dengan menatap matahari. Memanjamu dengan kedamaian. Kini aku tua, rapuh dan merana. menopang dengan kaki pun kurasa tak sanggup. Sungguh hidup ku kian susah. Udara segar kini menjadi asap yang pekat, kulit ku pun terlihat semakin pucat. tak pelak membuat kondisiku sama seperti dulu.

Hei kamu dengan sejuta logika yang tak memiliki rasa, coba lihat aku. padang panjang dengan bukit hijau itu kemana? Angin sejuk yang tertawa riang kenapa hilang? Itu rumah ku dan itu pelindung mu. kau bakar jiwaku dengan egoismu, kau hancurkan tubuhku dengan tawa sinismu.

Kurang sabar apa aku, semua yang ada padaku hanya untuk mu. Tapi dirimu tak pernah menyapaku, jangankan itu, untuk sekedar peduli pun kau acuh. Mata sinis mu hanya tertawa melihatku.

Kini  hanya aku yang menunggu mati, dan itu ditangan mu. mungkin kelak kau sadar, di saat udara menghimpit paru mu, disaat hujan menerkam malam mu, disaat matahari membakar nadi mu. Bahwa kau butuh aku, Hutan mu!



2 komentar:

  1. wah berbakat jadi penulis yang puitis ibuk ini, lanjutkan!!

    BalasHapus
  2. ahahaha.... amieen makasih neng, tp pada ngerti ga niyh apa yang gw tulis?

    BalasHapus